Sore di hari sabtu di bawah pohon itu, aku dan dia saling bercerita tentang hari yang telah kita lewati setelah beberapa tahun tidak bertemu. Aku coba mengenalnya kembali apakah masih seperti dulu, perlahan aku coba menafsirkan setiap kedip dan kerlingan matanya.
Satu jam kita duduk bersama dan kuperhatikan sedetail mungkin apa yang ia ucapkan maupun gerak-geriknya. Satu hal yang tak pernah berubah dari dirinya yaitu senyum manisnya. Masih saja membuatku tak sanggup berkata banyak, aku terbius dengan pesonanya.
Matahari sudah ingin kembali ke peraduan diiringi kata perpisahan darinya.
“Sudah sore nih, maaf ya aku harus segera pulang”, ucap Ana.
“ohh, iya.. mau ada acara dengan teman kamu ya?”
“iya hehe” jawabnya singkat.
Pertemuan hari itu terasa sangat singkat, tapi itu bagiku entah bagi Ana terasa singkat juga atau tidak. Jujur aku masih ingin duduk bersama dan berbicara banyak hal karena kita sudah lama juga tidak bertemu dan ngobrol.
Kami memang tidak bertemu sekitar dua tahun, dulu kami sangat dekat hingga harus berpisah karena suatu masalah. Dulu aku terlalu ego meninggalkan Ana tanpa bertanya bagaimana perasaannya. Yang menjadi kesimpulanku saat itu Ana tak sepenuhnya cinta kepadaku.
Sekarang mungkin terlalu bodoh tanpa memikirkan perasaan Ana atau tak cukup kuat menahan rindu ingin bertemu untuk sekedar tahu bagaimana keadaannya sekarang. Aku memberanikan diri untuk datang kepada Ana.
Salah satu pemicu keberanianku untuk menemui Ana adalah Yola, dia adalah teman akrabku dan Ana. Sebelum bertemu dengan Ana, aku menghubungi dan bertemu dengan Yola. Aku ceritakan semua masalah yang aku hadapi dengan Ana saat itu.
“Harusnya kamu jangan egois dan pergi, Ana sebenarnya sayang sama kamu”. Kata Yola.
“Mau gimana lagi Yol, nasi sudah menjadi bubur. Aku juga menyesal dengan keputusanku dulu”.
“Ya sudah temuin saja dulu si Ana, jelasin siapa tahu dia ngerti dan belum punya cowo juga”.
“Semoga dia bisa ngerti ya Yol”.
Setelah bertemu Yola, aku memberanikan diri untuk menghubungi dan bertemu dengan Ana. Selang seminggu setelah pertemuan di hari sabtu itu aku datang lagi ke kota ana, setelah sebelumnya aku mengirim pesan kepada Ana untuk bertemu dan keluar sekedar makan bareng atau pergi main dan dia mengiyakannya.
Lalapan pinggir danau yang menjadi langganan kita dulu menjadi persinggahan pertama hari ini. Kutunggu ana memesan makanan sambil aku cari tempat duduk duluan agar tidak ditempati orang, karena warung tersebut sangat ramai dikunjungi banyak wisatawan dari luar kota.
“An seperti biasa ya, jangan lupa es jeruknya”
“Oke” jawab ana sambil tersenyum”
Sambil melahap makanan yang sudah datang, aku menanyakan hal yang serius kepada ana.
“An aku mau nanya serius nih”
“ iya tanya aja, ada apa sih”
“Kamu udah ada cowo?”
“Iya, sebenarnya aku sudah dekat dengan seseorang, setelah kamu ninggalin aku dulu, aku dekat dengan seseorang”
Sesak memang dalam hati, tapi bagaimana lagi kurang tegas dalam hal perasaan membuat menyesal dikemudian hari begitulah yang aku rasakan saat ini. Bukan jodoh, itulah yang aku yakini setelah mendengar kata-kata Ana.
Setelah pertemuan itu aku tidak lagi menghubungi Ana lagi, tak sempat juga aku menjelaskan bagaimana hari-hariku tanpa dirinya yang tak pernah sekalipun aku melupakannya. Aku terlalu cupu untuk menjelaskan semua, setelah mendapati Ana tak sendiri lagi.
Setelah berpamitan dengan Yola ku putuskan untuk merantau lagi ke surabaya, Yola pun menyayangkan Aku dan Ana tak bisa bersama.
Sebulan setelah pertemuanku dengan Yola dan Ana, tiba-tiba aku mendapat pesan yang aku sendiri tak tahu harus senang atau ikut sedih. Ana dan kekasihnya telah putus. Setelah mendengar kabar itu, aku bimbang mengejar lagi atau mengikhlaskan Ana.
cerpen oleh : singgah aguna
“Jangan lupa share dengan klik icon social media yang ada dibawah ya kawan”